DataSiana – Gajah kalimantan (Elephas maximus borneensis), merupakan subspesies gajah asia yang hidup di Kalimantan Utara dan Sabah. Asal-usulnya masih belum diketahui pasti. Ada yang mengatakan gajah luar yang dibawa ke Pulau Kalimantan.
Tahun 2003, penelitian DNA mitokondria menemukan leluhur Gajah Kalimantan terpisah dari populasinya dizaman Pleistosen. Saat jembatan yang menghubungkan Kalimantan dengan kepulauan Sunda menghilang, 18 ribu tahun lalu.
Gajah Kalimantan kini berstatus kritis, akibat berkurangnya sumber makanan, kerusakan rute migrasi dan menghilangnya habitat. Dilaporkan, tahun 2007 hanya ada sekitar 1.000 gajah. Berdasarkan data 2012 hanya tersisa sekitar 30-80 ekor.
Asal-usul Gajah Kalimantan
Gajah Kalimantan (Elephas maximus borneensis) termasuk subspesies gajah Asia. Secara umum, ukuran tubuhnya lebih kecil atau kerdil dibanding gajah lain. Gajah yang gadingnya lurus dan ekor panjang itu diperkirakan tinggal ratusan yang hidup di alam liar Kalimantan bagian utara.
Tentang asal-usulnya masih terjadi perbedaan. Berdasarkan data genetik menyebut, sudah lebih 300 ribu tahun silam hidup dan tinggal di Kalimantan. Pendapat tersebut tidak dapat diyakini, karena tidak didukung penemuan fosil. Teori lain menyebut, sultan Jawa mengirim Gajah Jawa ke Sultan Sulu sebagai hadiah.
Asal-usul gajah terkecil di dunia tersebut masih misteri. Belum diketahui pasti, kapan dan bagaimana Gajah Kalimantan (Elephas maximus borneensis) ada di Kalimantan. Ada yang menyebut, gajah dari luar yang dibawa atau diangkut manusia ke Kalimantan.
Penyelidikan genetika tahun 2003 menunjukkan, gajah Kalimantan berbeda dari saudara terdekatnya. Studi terbaru yang diterbitkan Jurnal Scientific Reports, edisi 17 Januari 2018 menyebut, gajah kerdil ada di Kalimantan, akhir Zaman Pleistosen, sekitar 11.000 sampai 18.000 tahun yang lalu.
Penelitian menggunakan data genetik yang dikumpulkan dari hampir 800 sampel DNA. Tim peneliti membandingkan informasi dengan statistic, mencakup historis. Hasilnya, gajah Kalimantan melewati genetic bottleneck. Gajah Kalimantan berasal dari gajah dari daerah lain.
Zaman (Era) Pleistosen yang berlangsung sekitar 2,5 juta dan berakhir 11.700 tahun lalu, permukaan air laut jauh lebih rendah dari daratan. Pulau Kalimantan diperkirakan terhubung dengan pulau lain didekatnya.
Akhir zaman Pleistosen permukaan laut tinggi, sehingga daratan Kalimantan terpisah dengan pulau sekitarnya. Seperti, Jawa, Sumatera serta Semenanjung Malaysia.
Pruthu Fernando, ahli biologi konservasi Centre for Conservation Research di Sri Lanka, berkesimpulan, gajah Kalimantan berpisah genetis dari populasi gajah Asia dan Sumatera.
John Payne, ahli biologi yang hampir empat dekade tinggal di Kalimantan (Malaysia) menyebut, tidak menutup kemungkinan manusia yang memperkenalkan atau membawa gajah ke pulau Kalimantan ratusan tahun lalu.
Pada 2008, Payne dan beberapa rekan memeriksa catatan sejarah dan menemukan bukti, seorang sultan abad ke-17 di Filipina, telah memperkenalkan beberapa gajah Kepulauan Sulu.
Garis keturunannya kemungkinan bisa ditelusuri ke gajah Jawa (Elephas maximus sondaicus), yang punah pada tahun 1700-an.
Gajah kerdil borneo (sering disebut juga gajah kalimantan) menurut studi DNA taksonomi, dianggap sub-spesies terpisah dari gajah asia lainnya sekitar 200 ribu tahun lalu (Fernando, 2003).
Penyebarannya di wilayah utara kalimantan, yaitu Sabah (bagian timur Malaysia) dan Kalimantan Utara (bagian dari Indonesia).
Misteri Genetika Gajah Kalimantan
Berbekal teknologi, metodologi pengurutan DNA dilakukan Sabah Wildlife Department Malaysia, berkolaborasi dengan Laboratorium Rachel O’Neill di Universitas Connecticut dan sebuah perusahaan swasta bernama Floragenex.
Penelitian yang dipimpin Lounes Chikhi, mengidentifikasi penanda genetik Gajah Kalimantan.Pengujian sampel darah satwa langka dalam jumlah sedikit menunjukkan, Gajah
Kalimantan memiliki variabilitas genetik rendah, yang berdampak pada kemampuan bertahan hidup di habitatnya.
Gajah kalimantan tingginya sekitar 2,5 meter. Persebarannya hanya ada di Kalimantan Utara (Indonesia) dan Sabah (Malaysia).
Berkurangnya habitat karena menyempitnya hutan akibat perluasan perkebunan dan permukiman. Ditambah perburuan gading, menyebabkan jumlah satwa dilindungi itu terancam punah.
Pemerintah Indonesia melindungi satwa ini melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, nomor urut 51.
Sumber : wikipedia.org